Home PEMERINTAHANFraksi Gerindra Soroti SILPA dan Serapan Belanja Layanan Publik Pelaksanaan APBD Jatim 2024 

Fraksi Gerindra Soroti SILPA dan Serapan Belanja Layanan Publik Pelaksanaan APBD Jatim 2024 

by Redaksi

SabdaNews.com – Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Timur menyoroti realisasi pendapatan daerah tahun 2024 mencapai 110,34 persen atau Rp35,48 triliun dari target Rp32,16 triliun. Meski menunjukkan pelampauan yang signifikan, namun terdapat beberapa catatan penting.

Pernyataan tersebut disampaikan Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Timur Hermin dalam rapat paripurna dengan agenda Pemandangan Umum Fraksi Fraksi Atas Rancangan Perda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2024 yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Jatim Sri Wahyuni, Rabu (14/5/2025) kemarin.

Menurut Hermin, dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terealisasi 111,2 persen, atau lebih tinggi dari tahun 2023 yang mencapai 102,9 persen. Namun pertumbuhan PAD Jatim 2019-2024 stagnan di kisaran 4 hingga 5 persen.

“Selain itu, pelampauan pos Lain-lain PAD yang Sah hingga 123,1 persen justru mengindikasikan potensi underestimating dalam perencanaan anggaran atau adanya pendapatan tidak terduga yang signifikan,” tegasnya.

Hal ini, lanjut Hermin, memerlukan kajian yang mendalam tentang faktor dominan dalam potensi penerimaan Lain-lain PAD yang sah untuk perbaikan perencanaan anggaran ke depan.

Begitu juga dengan peningkatan Saldo Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang mencapai Rp 4,7 triliun pada tahun 2024, Fraksi Gerindra ingin mengetahui dengan lebih rinci bagaimana dana SILPA ini akan dimanfaatkan di tahun anggaran berikutnya.

“Meskipun tercatat ada surplus anggaran, kami mencatat bahwa penggunaan dana SILPA yang besar ini seharusnya bisa lebih diarahkan untuk sektor-sektor yang dapat langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti program kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar,” harap Hermin.

“Fraksi Partai Gerindra juga berpendapat bahwa SILPA sebesar ini bisa mengindikasikan perencanaan anggaran yang kurang optimal atau menunjukkan kemungkinan adanya inefisiensi dalam perencanaan atau kendala dalam eksekusi program,” imbuhnya.

Terkait dengan sisa anggaran belanja yang cukup besar yang tidak terealisasi pada tahun anggaran 2024, yang mencapai Rp 1,39 triliun. Hermin mengaku ingin mengetahui alasan adanya pos-pos strategis yang belum maksimal penyerapannya. Terutama dalam belanja untuk pelayanan publik dan infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

“Apakah penyebabnya terletak pada perencanaan anggaran yang tidak presisi, kapasitas aparatur yang rendah, atau ada faktor lain yang menyebabkan hal ini bisa terjadi,” pungkasnya. (pun)

You may also like

Leave a Comment