SabdaNews.com – Anggota DPRD Jawa Timur Multazamudz Dzikri mengungkapkan bahwa Provinsi Jawa Timur kalah dibanding empat provinsi lain di Pulau Jawa soal ketergantungan terhadap dana transfer dari pemerintah pusat.
Politikus muda PKB ini mengatakan bahwa ada empat provinsi yang sudah tidak mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ke empat provinsi tersebut yakni Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Barat.
Dikatakan Azam sapaan akrabnya, alasan ke empat provinsi itu tidak tergantung pada APBN karena kelola kepemerintahannya sudah bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di atas 60%.
“Berdasarkan data yang dipaparkan, Jawa Timur bukan termasuk daerah yang tidak bergantung pada APBN. Memalukan,” tegas Multazam saat dikonfirmasi, Senin (5/5/2025).
Menurut Multazam, klaim keberhasilan Gubernur Khofifah selama memimpin Jatim di periode pertama, ternyata tidak sejalan dengan fakta di lapangan. Pertumbuhan ekonomi Jatim yang sering disuarakannya ternyata berbeda arah dengan realitas yang ada.
“Ini tamparan bagi Jawa Timur, Gubernur harus berbenah. Peluang yang berpotensi menambah deviden harus dimaksimalkan dengan baik. Alangkah indahnya ketika Jawa Timur bisa dibangun melalui PAD sendiri,” ujarnya.
Anggota Komisi C DPRD Jatim ini mengatakan, bahwa Jatim memiliki potensi besar dalam meningkatkan PAD, salah satunya melalui optimalisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan jumlah penduduk yang besar, aktivitas ekonomi yang tinggi, serta sumber daya alam yang melimpah, Jatim memiliki fondasi kuat untuk mendorong kinerja BUMD agar lebih produktif dan inovatif.
“BUMD bisa dijadikan ujung tombak peningkatan PAD Jatim,” tuturnya.
Namun sayangnya, BUMD Jatim masih belum bisa dapat diandalkan, terbukti dengan setoran deviden yang minim ke pemerintah daerah, padahal sudah disupport dengan modal yang besar.
Jika dikelola dengan serius dan transparan, BUMD bukan hanya menjadi alat bisnis pemerintah daerah, tetapi juga instrumen untuk mewujudkan kemandirian fiskal dan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karenanya, evaluasi menyeluruh terhadap pengelola BUMD kini harus dilakukan.
“Evaluasi BUMD Jatim dan kinerja jajaran komisaris serta direksi perlu diperketat. Butuh perbaikan dan peremajaan SDM di tubuh BUMD,” kata Azam.
Kinerja BUMD yang buruk, masih kata Multazam, menjadi tanggungjawab Gubernur Khofifah. Maka ia menyarankan agar ada reformasi di tubuh BUMD, terutama dalam penempatan kursi direksinya. Profesionalisme serta kompetensi direksi sangat menentukan kinerja BUMD Jatim.
“Reformasi direksi BUMD bisa menjadi alternatif perbaikan BUMD. Selama ini kondisi BUMD Jatim memprihatinkan, gak ada inovasi, banyak keluhan, dan terancam bangkrut. Khofifah tidak serius ngurusi BUMD,” dalih Multazam.
“Bahkan Bank Jatim yang nampak sehat diantara BUMD lainnya pun mengalami fraud hingga separuh laba, parah,” tambahnya.
Multazam berharap kedepannya, BUMD Jatim dapat menjadi pilar utama dalam meningkatkan PAD. Penguatan tata kelola dan peningkatan kinerja BUMD, kontribusi terhadap PAD bisa ditingkatkan secara signifikan, dengan satu syarat isilah pos-pos kursi BUMD dengan SDM yang lebih kompeten.
“Kedepan, saya berharap Jawa Timur mampu menjadi daerah yang tidak berketergantungan terhadap APBN. Jangan jadikan BUMD sebagai rumah penampungan, tapi harus diisi oleh SDM berkualitas dan dikelola secara profesional,” vokalis Komisi C DPRD Jatim. (pun)