SabdaNews.com – Sejak Pemilu langsung diberlakukan di Indonesia baik untuk Pileg, Pilpres maupun Pilkada serentak, wilayah Madura kerap menjadi faktor penentu kemenangan kontestasi politik lima tahunan. Pun demikian pada gelaran Pilkada serentak 27 November 2024 terutama Pilgub Jatim mendatang.
Tanda tanda itu mulai nampak karena berbagai persoalan menyangkut Madura mendominasi untuk dimunculkan dalam debat publik paslon Pilgub Jatim yang digelar KPU Jatim, baik di debat pertama, kedua maupun yang ketiga berlangsung Senin (18/11/202) malam di Grand City Surabaya.
Pengamat politik dari Unesa Surabaya, Dr Agus Machfud Fauzi menilai wilayah Madura yang terbagi menjadi 4 kabupaten dengan jumlah penduduk cukup besar, memang bisa menjadi penentu kemenangan di Pilgub Jatim jika terjadi persaingan ketat antar paslon.
Ia mencontohkan pada Pilgub Jatim 2008 diikuti 4 paslon yakni Khofifah-Mudjiono (KaJi), Sutjipto-Ridwan (SR), Soenarji-Ali Maschan(Salam) dan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) berlangsung sangat ketat hingga pemilihan dilaksanakan sampai tiga putaran yang pada akhirnya pasangan KarSa berhasil mengungguli pasangan KaJi.
“Penentu kemenangan paslon di Pilgub Jatim 2008 itu ditentukan suara di Madura. Hal itu kemudian menjadi semacam review ulang dalam perdebatan kontestasi Pilgub Jatim yang diikuti Khofifah, termasuk pada Pilgub Jatim 2024,” kata Agus Machfud, Selasa (19/11/2024).
Di sisi lain, paslon yang belum pernah mendapatkan amanah memimpin provinsi Jatim juga melihat pemilih di Madura bisa menjadi sesuatu sehingga kemudian mereka jadikan bahan perbincangan dalam debat publik Pilgub Jatim agar sesuatu itu terwujud sesuai yang diharapkan.
“Dalam pemilu langsung itu mana yang lebih bisa menguntungkan secara pragmatis bisa segera dilihat masyarakat sehingga percaya dengan apa yang mereka dapatkan secara teori rasional. Itu kemudian yang akan dipilih adalah yang bisa memberi sesuatu secara rasional terdekat terhadap kebutuhan-kebutuhan itu,”ungkap mantan komisioner KPU Jatim ini.
Petahana pada Pilgub Jatim sebelumnya, kata pria asli Tulungagung juga pernah mewacanakan perlunya pembangunan Jembatan Suramadu yang dinilai lebih ekonomis dan memangkas waktu dibanding naik kapal fery penyeberangan. Kemudian itu terealisasi di era Gubernur Soekarwo sehingga sekarang bisa dirasakan manfaatnya oleh warga Madura.
“Di masa kepemimpinanya kemarin, Bu Khofifah juga telah merealisasikan Bus Trans Jatim dari Surabaya ke Bangkalan sehingga menjadi jawaban memudahkan pergerakan orang dari Madura ke Surabaya atau sebaliknya. Termasuk sudah melakukan apa yang masih dirancang kedepan yaitu reaktivasi KRL di Madura,” ungkap Agus.
Senada, pengamat politik dari UTM Dr Surokim Abdussalam menambahkan bahwa jumlah suara di Madura itu signifikan kisaran 10 % setara 3 juta lebih dari total suara pemilih di Jatim. Apalagi ada ikatan kuat dengan warga pendalungan (Madura yang tinggal di laur Madura) yang tersebar di 7 kabupaten di kawasan Tapal Kuda.
“Warga Madura asli dan warga pendalungan kalau dijumlahkan itu bisa mencapai 20% dari total suara pemilih di Jatim, jadi memang sangat menentukan kemenangan di Pilgub Jatim,“ jelasnya.
Kendati demikian untuk meraih dukungan suara warga Madura itu tidak mudah karena budaya patronase masih kuat. Karenanya dianggap perlu adaya pemiakan untuk keadilan geografis agar Madura jangan sampai dianaktirikan dalam pembangunan Jatim sehingga dampak politiknya lebih besar agar gerakan membentuk provinsi baru bisa diminimalisasi oleh komitmen kuat Pemprov Jatim.
“Jadi menurut saya suara Madura itu sangat menentukan kalau kompetisi antar paslon ketat walaupun secara faktual suaranya Madura hanya 10 % dari total pemilih di Jatim. Selain itu ada alasan non elektoral seperti politis, budaya, keagamaan dan sosio demografis yang lain yang membuat Madura harus mendapat perhatian serius dari para kandidat,” beber Surokim.
Ia juga mengingatkan para kandidat di Pilgub Jatim jangan lip servis menjanjikan sesuatu yang sulit direalisasikan karena warga Madura itu titen (ingatan). Artinya kalau mereka sudah memiliki komitmen maka harus ditepati.
“Reaktivasi rel kereta listrik maupun jalan tol di Madura itu sebenarnya keinginan warga Madura yang hendak diwujudkan oleh para kandidat. Semangatnya adalah membangun akses dan koneksi agar mobilisasi warga itu lebih mudah dan cepat. Bahwa dalam study fisibility nantinya ada kendala, intinya itu tidak harus jalan tol atau KRL tapi akses mobilitas masyarakat dipermudah agar bisa muncul pusat pusat pertumbuhan ekonomi baru di Madura,” beber akademisi asli Lamongan.
Ditambahkan Surokim, suara paslon 01 di Madura bisa meningkat jika struktural PKB bergerak aktif dan serius untuk mendongkrak Mbak Luluk. Mengingat kekuasaan di Madura sekarang ini tak tersentral melainkan terdistribusi ke banyak pihak sehingga tidak semudah membalikkan tangan.
“Karakteristik warga Madura itu cenderung memilih pada siapa yang lebih lama menyapa mereka. Kalau Mbak Luluk suaranya bisa tinggi di Madura itu capaian yang luar biasa karena Bu Khofifah sudah melakukan penyapaan sejak Pilgub 2008 silam sampai sekarang,” jelas Surokim.
“Bu Risma saya kira juga sama, hanya mengandalkan suara dari struktural PDIP sehingga sulit bisa mengalahkan suara Bu Khofifah di Madura. Sebab Khofifah sudah lebih lama membangun ikatan kuat dan menyapa langsung warga Madura,” imbuhnya.
Surplus yang harus dimiliki paslon untuk bisa memenangkan kontestasi Pilgub Jatim yang wilayah dan penduduknya sangat luas itu, kata Surokim dibutuhkan banyak surplus. Bukan hanya kompetensi bisa menjawab pertanyaan saat debat tapi juga menyapa masyarakat langsung yang membutuhkan waktu tidak singkat.
“Realitisnya sepanjang tidak ada force major maka sangat sulit mengalahkan paslon petahana yang memiliki kelebihan di banyak aspek. Kalau hanya sekedar mengenalkan nama paslon ke warga Jatim, pasangan Luman saya kira berhasil karena secara performance Mbak Luluk oke. Risma juga demikian mesin politiknya melempem sehingga sulit menang,” tegas Warek III UTM ini.
Ditambahkan Surokim, suara pemilih di Madura juga sulit diprediksi jika perolehan suara paslon Pilgub Jatim di kawasan selain Madura kompetitif. Mengingat, suara Madura selalu menjadi sejarah penentu kemenangan paslon di Pilgub Jatim karena dalam rekap perolehan suara di KPU pasti datang belakangan.
“Beberapa lembaga survei yang merilis hasil survey terbaru juga menyatakan petahana unggul diatas 10 % lebih atas lawan lawanya. Meskipun swing voter di kisaran 12-14% tapi itu akan tersebar ke semua paslon sebab momentum itu sulit diprediksi bisa mengarahkan swing voter pada satu paslon saja,” pungkas peneliti senior SSC. (pun)