Ketua DPD RI Apresiasi Kekompakan Bupati dan Kades Jadikan Banyuwangi Berprestasi

by Redaksi

BANYUWANGI.SabdaNews.com – Kekompakan yang terbangun antara bupati dan para kepala desa di Banyuwangi, Jawa Timur mendapat apresiasi dari Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurut LaNyalla, berkat kekompakan dan kolaborasi apik antara bupati dan kepala desa itu, banyak prestasi yang telah diraih oleh Kabupaten Banyuwangi, baik di tingkat regional, nasional maupun internasional.

“Saya apresiasi kekompakan dan kolaborasi antara bupati dan kepala desa di Banyuwangi, sehingga sukses meraih prestasi yang muaranya adalah pembangunan dan pengelolaan pemerintahan yang baik. Saya berharap hal ini terus dipertahankan,” kata LaNyalla dalam pidatonya pada acara “Sarasehan dan Serap Aspirasi Masyarakat Asosiasi Kepala Desa Kabupaten Banyuwangi dengan tema ‘Otonomi Desa untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat’ di Pendopo Bupati Banyuwangi, Selasa (12/12/2023).

Senator asal Jawa Timur itu optimis dengan prestasi yang telah diraih, Banyuwangi dapat berkembang menjadi kabupaten andalan di Provinsi Jawa Timur. Apalagi, katanya, Banyuwangi telah terbukti sebagai peraih peringkat pertama kabupaten dengan kinerja
pemerintahan terbaik.

Pada kesempatan itu, LaNyalla menyampaikan pentingnya memperkuat posisi desa sebagai bagian dari pemerintahan terkecil di Indonesia. Sebab, imbuh LaNyalla, desa merupakan ujung tombak wajah asli kabupaten yang menjadi satu kesatuan yang utuh.

Berangkat dari pemahaman tersebut, LaNyalla menegaskan jika desa harus menjadi kekuatan ekonomi. Ada dua hal penting dari hal tersebut. Pertama, ketika desa memiliki kekuatan ekonomi yang mumpuni, maka hal itu akan mencegah urbanisasi. Kedua, Sumber Daya Alam (SDA) dan sumber ketahanan pangan nasional sejatinya berada di desa.

Sebagai sebuah wilayah, LaNyalla menegaskan jika Banyuwangi merupakan kabupaten yang memiliki potensi yang cukup lengkap. Ada sektor pariwisata yang sangat terkenal di dalam dan luar negeri. Pun halnya dengan perkebunan, pertanian, industri kemasan dan UMKM serta perikanan dan udang yang cukup besar memberikan sumbangan bagi pusat.

Khusus untuk udang, Banyuwangi merupakan sentra budidaya udang terbesar di Jawa Timur. “Artinya, Banyuwangi adalah salah satu penjaga kedaulatan pangan Indonesia, khususnya di sektor perikanan dan maritim,” tutur LaNyalla.

LaNyalla menilai sudah seharusnya orientasi pembangunan desa-desa di Kabupaten Banyuwangi terintegrasi untuk tetap memastikan kabupaten ini tetap menjadi sentra penghasil udang terbesar di Jawa Timur.

Oleh karenanya, LaNyalla menilai pentingnya para pemangku kebijakan di desa untuk mendorong agar orientasi penggunaan dana desa diarahkan untuk mendukung keunggulan kompetitif dan komparatif di masing-masing desa.

Namun, hal itu harus tetap terintegrasi di dalam posisi dan orientasi pembangunan Kabupaten Banyuwangi. LaNyalla mengingatkan, hal penting yang harus dilakukan suatu negara adalah membangun desa sebagai kekuatan ekonomi dan sebagai sentra penjaga kedaulatan pangan.

Apalagi, LaNyalla menyebut kita menghadapi ancaman krisis pangan dunia yang diperkirakan terjadi menjelang tahun 2040 hingga 2050 mendatang. Pada saat yang sama, Indonesia sendiri mengalami ledakan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai 70 persen dari populasi total penduduk Indonesia.

“Badan Pangan Dunia meramalkan akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebanyak 60 persen di tahun tersebut dibanding sekarang. Saat ini, negara-negara di dunia sedang menyiapkan diri untuk memperkuat kedaulatan pangan mereka,” tutur LaNyalla.

Sayangnya, Indonesia justru jalan pintas untuk impor bahan kebutuhan pangan dan sembako. Ini karena adanya segelintir orang yang diuntungkan sebagai Importir produk konsumsi.

Oleh karenanya, LaNyalla menawarkan satu peta jalan, sebagai upaya membangun kedaulatan pangan dan sumber daya lainnya. “Yaitu dengan cara menerapkan kembali secara utuh asas dan sistem bernegara yang sesuai dengan falsafah dasar bangsa dan negara ini, yaitu Pancasila,” ucap LaNyalla.

LaNyalla menjabarkan, Amandemen Konstitusi empat tahap pada tahun 1999-2002 mendorong bangsa dan negara ini mengadopsi sistem bernegara ala Barat yang secara jelas dan tegas mempraktikkan nilai individualistik dan ekonomi yang kapitalistik-liberal.

“Akibatnya, sistem ekonomi negara ini dikendalikan oleh ekonomi pasar global. Negara tidak lagi total berdaulat atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Karena semua bisa diberikan kepada investor dalam bentuk konsesi lahan atau izin pertambangan,” urai LaNyalla.

Padahal, LaNyalla melanjutkan, konsep ekonomi kesejahteraan yang dirumuskan para pendiri bangsa, yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar naskah asli berikut penjelasannya, menegaskan bahwa negara memegang kendali untuk sektor-sektor kekayaan alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.

Ada batasan yang tegas mana sektor publik yang harus dikuasai negara dan mana sektor komersial yang boleh dikuasai orang per orang. “Sayangnya, konsep tersebut telah dihapus seiring dengan amandemen konstitusi tersebut. Yang terjadi saat ini, negara justru memberikan karpet merah bagi kekuatan modal untuk menguasai kekayaan dan sumber daya alam di negara ini,” bebernya.

Negara juga memberikan ruang yang luas kepada segelintir orang untuk menguasai bumi, air dan menguras sumber daya alam Indonesia. Akibatnya, terjadi ketidakadilan ekonomi yang merupakan penyebab kemiskinan struktural.

“Inilah sebenarnya akar masalah kemiskinan yang kita hadapi, terutama di luar Jawa. Sehingga saya mendorong semua elemen bangsa ini, termasuk kepala desa untuk melahirkan konsensus bersama, agar kita kembali kepada sistem bernegara yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa,” ajak LaNyalla.

Hadir pada kesempatan tersebut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Banyuwangi Ahmad Faisol, Ketua APDESI Kabupaten Banyuwangi, Mura’i Ahmad dan ratusan kepala desa se-Kabupaten Banyuwangi.(pun)

 

You may also like

Leave a Comment