SUMENEP-KANGEAN, SabdaNews.com- Polemik Persoalan Kepala Desa Jukong-jukong yang diduga ada unsur penistaan dalam Sambutan di acara Wisuda di Yayasan Nurul Abrar pada malam minggu tanggal.25 Juni 2023 di Jukong-jukong atas, hendaknya dapat difahami sebagai keawaman keilmuan dari Hadrawa.
Saya sebagai Ketua MUI Kecamatan Kangayan, mohon kepada semua pihak untuk tidak membawa kasus tersebut ke rana hukum. Hal ini disampaikan oleh Kh.Hosen Jamad selaku Ketua MUI Kecamatan Kangayan Kabupaten Sumenep, melalui voice note yang dikirim ke redaksi (12//07//2023 ).
Kh.Hosen, yang juga Pengasuh pondok pesantren Raudatul Amin ( Kangayan ) mengaku MUI dan Muspika telah memanggil Hadrawa, untuk dimintai klarifikasinya. Hadrawa telah mengakui keteledorannya, dan mengaku bersalah dan sekaligus memohon maaf pada semua pihak.
Disamping itu, Tokoh kharismatik Alumni Pondok Al-Amin Prenduan ini, telah mewajibkan Hadrawa mengucapkan istighfar dan membaca sholawat tunjina sebanyak 124 ribu Pungkasnya.
Sementara Ketua Tanfidiyah NU Cabang Kangean KH.Mujtaba Adlim, SH.MH, dihubungi via Aplikasi WatsAap,( 13/07/2023) mengirimkan relis : Bahwa Hadrawa itu muslim, bertahmid kepada Allah, bertahlil dan bersholawat kepada Nabi (sebagaimana mukaddimah sambutannya) tidak logis mau menodai agamanya sendiri.
Hadrawa melakukan kesalahan, keteledoran ,kekhilafan secara verbal kita sepakat, Nanum apakah ada unsur kesengajaan yang disadari untuk menista agama dan Nabinya..?
Banyak kemungkinan yang terjadi saat Hadrawa berpidato, bisa jadi karena ketidak tahuan atau keterbatasannya terhadap agama yang ia peluk, keliru dalam memaknai korupsi itu sendiri, atau hal lain sebagaimana dalam sambutannya yang mengkaitkan korupsi dengan kekhilafan pada tetangga bukan mengenai perbuatan yang merugikan keuangan negara untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Harusnya juga memahami _ perbedaan antara ghirah keagamaan dengan nafsu . Ghirah keagamaan diartikan mendorong seseorang untuk memperdalam agama dan keimanan, sedangkan nafsu ditegaskannya hanya melahirkan fanatisme yang justru mengaburkan akal sehat.
Ghirah Keagamaan atau Semangat Keberagamaan mendorong untuk terus memperdalam pemahaman agama dan memperkuat keimanan. Sementara Nafsu hanya melahirkan fanatisme buta yang justru menjauhkan akal sehat yang diperlukan untuk beragama dengan baik. Anggap saja ini rumah dia ( Hadrawah ) , kalau dia bikin kisruh atau mau merusak, masak mau merusak rumah sendiri???
Sebagaimana viral video berisi ingkapan diduga penistaan di berbagai Media GrUp WatsAap Komunitas Warga Kepulauan ( KWK ) yang kemudian diunggah di sebuah Aplikasi Tiktok.
” Manabi manusia paneka taenggi korupsi sadeje. Sadejeh korupsi. Sedangkan nabi dan para wali paneka korupsi. Kenapa korupsi ? Mungkin karena ada kehilafan terhadap beleh tatangge namun bisa saling memaklumi. Setak korupsi neka Duek faktor neka Duek macem. Subhanahu Wataaala sareng malekat, paneka tak korupsi. (Namanya manusia pasti korupsi semua dan semuanya korupsi. Nabi dan Wali itu Korupsi.
Kenapa korupsi ? mungkin karena ada kekhilafan terhadap tetangga namun bisa saling memaklumi . Yang tidak korupsi itu ada dua faktor dan dua macam, yaitu Allah dan Malaikat, itu tidak korupsi,” demikian penggalan celoteh ngelantur dari Kades Jukong Jukong, Kecamatan Kangayan, Hadrawa. ( Nur/Red)