Opini Publik
Oleh: Ipung Izza
SabdaNews.com- Dalam setiap peristiwa besar, perbedaan selalu hadir. Begitu pula dalam isu eksplorasi migas di Kangean, dimana masyarakat terbagi antara yang menolak dan yang mendukung. Namun sayangnya perbedaan itu kadang berubah menjadi stigma. Seseorang yang pro-migas dicap pengkhianat dianggap menjual tanah leluhur, bahkan tak jarang disebut bersebrangan dengan suara langit. Padahal berbeda pilihan bukanlah penghianatan, ia adalah bagian dari dinamika berpikir dan tanggung jawab sosial yang sah.
Mendukung adanya eksplorasi migas bukan berarti menutup mata terhadap lingkungan, menjual kepentingan rakyat atau lainnya. Sebagian masyarakat melihat peluang ekonomi, lapangan kerja, dan pembangunan infrastruktur yang selama ini tertinggal. Mereka berharap sumber daya alam yang melimpah dibawah tanah bisa diolah menjadi kesejahteraan bagi masyarakat diatas tanah. Apakah itu salah?. Tentu tidak, selama dijalankan dengan prinsip keberlanjutan dan pengawasan yang bijak.
Justru penghianatan yang sesungguhnya adalah ketika kita membiarkan kebencian menutup ruang dialog. Ketika semangat menjaga alam berubah menjadi amarah kepada sesama. Ketika perbedaan pandangan dijadikan alat untuk memecah ukhuwah, bukan memperkuatnya. Inilah yang harus dihindari. Karena menjaga persatuan jauh lebih suci daripada memenangkan perdebatan.
Para Sesepuh di Kangean pun telah menunjukkan keteladanan dalam hal ini. Mereka berhati-hati, tidak terburu-buru mengambil sikap, sebab mereka memahami bahwa persoalan migas bukan hanya soal “boleh” atau “tidak boleh”, tapi soal bagaimana manfaat bisa hadir tanpa merusak tatanan sosial dan ekologi. Dalam pandangan Islam, kemaslahatan harus dilihat secara menyeluruh yaitu dari segi agama, lingkungan, ekonomi, dan kemanusiaan.
Sikap pro-migas tidak otomatis berarti berpihak kepada kekuasaan. Ia bisa jadi lahir dari niat mulia: ingin melihat rakyatnya maju, ingin agar anak-anak Kangean tak lagi hanya menjadi penonton dari kemajuan daerah lain. Yang penting adalah niat dan cara. Sebab niat yang baik harus dibarengi langkah yang benar dan pengawasan yang ketat agar migas benar-benar menjadi berkah, bukan musibah.
Maka dari situasi fatamorgana ini, mari kita belajar saling menghormati. Kita boleh berbeda pandangan, tapi jangan sampai kehilangan adab. Kita boleh bersuara lantang, tapi jangan sampai kehilangan cinta kepada sesama. Karena sejarah telah membuktikan: peradaban runtuh bukan karena musuh diluar, tapi karena perpecahan didalam.
Kangean tidak butuh pertikaian, Kangean butuh persatuan. Dan persatuan hanya akan lahir jika kita sadar bahwa berbeda pilihan bukanlah penghianatan, melainkan bentuk tanggung jawab dan cinta pada tanah kelahiran, begitu juga hal sebaliknya yang kontra-migas. (Penulis : Aktivis Kangean /Re)

